Kamis, 15 Mei 2014

And I Let Him Go

Apa sih definisi dari orang yang tepat?
Orang yang bisa membuat lo nyaman?
Orang yang nyambung sama lo?
Orang yang selalu ada di hati lo?
Atau.. Orang yang sempurna buat lo?
Hmm.. Orang yang membuat lo gak berhenti untuk memperjuangkannya?

Katanya,
The right one will come at the right time.

Trus, kapan dan gimana sih waktu yang tepat itu?
Disaat lo udah siap untuk mencintai seseorang?
Kalo gitu, gue(mungkin) udah menemukan the right one gue.

Dia..
Gue nyaman sama dia.
Gue selalu nyambung kalo ngobrol sama dia.
Kita gak pernah kehabisan bahan untuk dibicarakan.
Kalaupun saat berdua, kita sama-sama diam, tapi kita tetep bisa bertahan dalam kesunyian kita masing-masing. Kesunyian paling nyaman itu cuma disamping dia.
Imajinasi gue searah sama dia.
Selera humor kita sama.
Kita sering menertawakan hal bodoh bareng.
Kita sering menertawakan masalah kita saat kita berbagi cerita.
Kita sering melakukan hal baik bareng.
Kita selalu ada untuk satu sama lain.
Dia moodbooster gue.
Dia selalu menghibur gue saat gue bete, sedih, kesel, atau apapun itu.
Dia alasan gue semangat setiap hari.
Dia mungkin gak sempurna di mata orang lain, tapi di mata gue, dia segalanya.
Gue rela melakukan apapun buat dia.
Bahkan gue janji buat gak give up on him.
Gue sayang banget sama dia.

Tapi apa itu semua cukup? Enggak.
Ya, gue rasa dia orang yang tepat untuk gue. Dan dia pun datang disaat yang tepat.
Trus apa masalahnya?
Masalahnya, yang gue tau, cinta itu saling.
Dan pertanyaannya,
Apa dia juga merasakan hal yang sama dengan apa yang gue rasain?

Sejauh ini, gue selalu berusaha mengubur pertanyaan itu dalam-dalam dan percaya akan kalimat,
"If two people love each other, they will find that way to be together. Maybe not now. Or they might take detours in life, but they're never lost."

Tapi kenyataannya, dia memilih jalannya sendiri yang membuat gue semakin sulit untuk meraih dia.
Gue selalu menunggu dan melakukan yang terbaik untuk membuat dia mencintai gue, tapi dia malah memilih untuk mencintai wanita lain.

Gue bisa apa lagi?
Ada di dekat dia pun gue tetep gak terlihat, apalagi sekarang disaat kita udah jauh gini.

Katanya, "Distance means nothing if you truly love him."
Tapi mereka gak tau hal apa yang paling menakutkan dari jarak.
Gue gak pernah tau, apa disana dia juga merindukan gue seperti gue yang selalu merindukan dia? Atau malah, dia sama sekali gak pernah kepikiran tentang gue sedikitpun.

Dan kalo kata Adam Levine, "...the distance between us makes it so hard to stay..", justru ini yang bener banget.
Disana, dia udah pasti punya kehidupan baru, lingkungan baru, teman-teman baru. Gak mustahil kalo disana dia juga akan menemukan 'teman' yang kayak gue lagi.
Iya, teman. Bahkan sampe serumit inipun status kita cuma teman, gak lebih.

Berkali-kali gue ngeyakinin diri gue sendiri kalo ini semua bukan akhir. Kisah kita pasti akan berlanjut lagi kok.
Tapi sekarang, semua kalimat yang gue ucapin buat gak give up on him udah gak berguna banget.
Apa yang masih terus gue perjuangin rasanya cuma bikin gue keliatan semakin tolol.

Gue gak mau nyebut ini 'give up'.
I've had enough.
Iya, gue rasa semuanya udah cukup.

Dia itu cahaya buat gue, karna namanya pun mengandung arti 'cahaya'.
Dan dulu, cahaya dia terlalu terang buat gue. Gue selalu merasa disilaukan dengan cahaya dia.
Tapi sekarang, cahaya dia udah sangat redup. Cuma kegelapan dan samar-samar bayangan pundak dia terlihat berjalan meninggalkan gue disini.
Gue butuh cahaya baru yang seenggaknya bisa membuat gue melihat lebih jelas. Melihat lebih jelas kalo tempat dia emang bukan disini.
Gue butuh cahaya baru yang seenggaknya bisa menerangi perjalanan gue biar gue gak terus-terusan kesandung kerikil-kerikil kecil yang membuat gue terkilir.
Gue butuh cahaya baru yang bisa ngeyakin gue kalo untuk bahagia lagi, kadang kita harus merelakan kebahagiaan yang lain. Kebahagiaan yang dulu pernah ada.

Jadi intinya, apa dia orang yang tepat buat gue? Iya.
Tapi, apa gue juga orang yang tepat buat dia? Bukan.
Gue akuin gue sedih, sedih banget untuk mengakui kalo gue bukan orang yang tepat buat dia.
Bukan gue orangnya.
Bukan gue yang dia perjuangin.
Jangankan diperjuangin, dipilih pun enggak.

Dan perlahan terdengar bait-bait akhir lagu Let Her Go-nya Passenger, mengalun dari headset yang sedari tadi gue pake.

'Cause you only need the light when it's burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go.

Only know you've been high when you're feeling low
Only hate the road when you're missing home
Only know you love her when you let her go,


And I let him go...