Senin, 18 Maret 2013

Merelakan, Meski Tak Pernah Menggenggam

6 bulan yang lalu..
Kamu ingat hari itu?
Aku masih ingat semuanya,
Dengan detail-detail kecilnya,
Tersimpan rapi di memori ku.

Lucu ya..
Gimana dulu saat aku putar kembali memori itu, yang muncul guratan senyum di wajah ku.
Tapi sekarang, untuk sekedar mengingat memori itu saja semuanya terasa sesak.

Gimana dulu aku semangat ke sekolah agar bisa melihat senyum kamu lagi.
Tapi sekarang, untuk sekedar mengingat senyum kamu saja semuanya terasa pedih.

Gimana dulu hanya dengan bisa nurutin apa mau kamu, cukup membuat aku bahagia.
Tapi sekarang, disaat aku tau semua yang udah aku lakuin untuk kamu ternyata sama sekali ga ada nilainya.

Harus dengan cara apalagi aku bahagia?
Memutar kembali memori itu?
Melihat senyum kamu?
Sayangnya senyum kamu bukan lagi untuk aku.
Apalagi untuk tersenyum bersamaku.

Dengan cara apalagi agar aku bisa tetap dekat dengan kamu?
Aku ga ngerti.
Kamu datang ke aku hanya saat kamu butuh aku,
Meskipun setelah itu, kamu lupa semuanya.
Tapi sekarang kamu udah ga butuh aku lagi.
Atau mungkin, aku yang baru sadar kalau selama ini aku emang ga benar-benar di butuhin.

Mereka bilang kamu jahat.
Entah ga punya otak atau ga punya hati.
Tapi bukan itu yang ada di pikiran aku.
Kamu hanya ga bisa mencintai aku, seperti aku mencintai kamu.
Dan ini juga bukan salah kamu.
Semuanya salah aku.
Aku yang dengan bodohnya berharap dicintai oleh kamu yang terlalu sempurna..

Kedekatan kita memang cukup singkat,
Tapi entah kenapa justru perasaan ini yang paling dalam.
Mungkin ini yang disebut cinta pertama.
Sedih ya, cinta pertama ku ga bisa aku raih.

Sekarang sudah saatnya untukku berhenti memperjuangkan.
Sudah saatnya mengubur harapan untuk bisa meraihmu.
Sudah saatnya berhenti mencintai.

Namun dengan alasan apa aku harus berhenti mencintaimu, disaat aku mencintaimu tanpa alasan?

Mungkin dengan alasan,
"Aku ga pantas untuk dia"
Cukup untuk menghentikan ku.
Namun itu hanya menghentikan usahaku untuk meraihmu, tidak sama sekali menghentikan perasaan ini.

Terlalu munafik ketika aku mengatakan,
"Aku ikut bahagia melihat kamu bahagia"
Karna yang sesungguhnya aku rasakan, kebahagiaan kamu selalu saja mematahkan hatiku.

Kamu memang yang selalu menjadi penyebab aku bahagia.
Tapi bukan aku yang menjadi penyebab kebahagiaanmu.
Apalagi untuk berbahagia bersamaku..

Sekarang, kamu juga yang mematahkan hati aku.
Tapi bagaimana mungkin aku dapat mematahkan hatimu, sedangkan untuk menyentuh hatimu saja aku ga pernah bisa.

Aku dan Kamu,
Mungkin memang ga di takdirkan untuk menjadi Kita.

Terlalu bodoh kalau aku harus menangisimu lagi malam ini.
Tapi aku bisa apa?

Saat aku pejamkan mataku, semua memori itu kembali terputar.
Saat aku buka mataku, semuanya hanya membawa ingatanku tentang kamu.

Lalu aku bisa apalagi setelah apa yang bisa aku rasakan sekarang hanya pedih?
Saat rasanya mau meledak ketika pedih ini terasa sangat menyesakkan,
Aku bisa apa?
Aku hanya bisa menangisimu lagi malam ini.

Dan airmataku malam ini, aku rasa akhir dari segalanya.
Ternyata sakit ya, melihat kamu bahagia bukan karna aku.
Tapi lebih sakit lagi ketika aku harus melepaskan kamu, walaupun aku tau, untuk meraihmu saja aku ga mampu.

Entah ini lucu atau menyedihkan,
Karna ternyata selama ini bukan hati kamu yang aku genggam,
Melainkan patahan hati aku sendiri..

Saat ini aku sudah sampai di titik 'merelakan'
Tapi sampai saat ini juga, aku masih gatau lebih sulit mana,
Terus memperjuangkan, namun ga pernah dianggap
Atau,
Melepaskan, meski tak pernah menggenggam, bahkan meraihnya..

Berkali-kali aku diingatkan, bahkan ditampar oleh kenyataan bahwa percuma kalau aku terus memperjuangkan.
Malah akan semakin banyak airmata.
Dan aku tau, kamu juga tetap ga akan peduli..

Hmm..
Mungkin memang harus seperti ini jalannya.
Dan maaf hati, untuk kali ini aku ikuti apa yang logika ku katakan..

Aku sayang kamu, Selamat tinggal..</3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar